Bahagia = Menerima Emodiversity

Ternyata mood-nya masih ingin lanjut bahas tentang bahagia. 🙂

Bagaimana supaya bisa bahagia? Ini pertanyaan banyak orang dan aku suka cari pembahasannya. Sumber yang paling utama tentu saja lewat buku-buku agama Islam dan mencari penjelasannya oleh Ustadz yang terpercaya. Yang paling oke menurutku adalah buku 23 Kiat Hidup Bahagia karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adiy, rangkumannya ada di mind map bahagia. Lalu dari sisi keilmuan modernnya aku sempat ambil kursus di EdX judulnya “The Science of Happiness” dari Universitas Berkeley, dari kursus online ini aku jadi tau istilah emodiversity.

Semua orang ingin bahagia atau memiliki kestabilan secara emosi. Sayangnya banyak orang yang salah persepsi tentang ini. Kebanyakan orang mikirnya bahagia itu perasaan yang positif mulu seperti senang, bersyukur, puas, dll. Dan berusaha menghindari emosi yang lain, khususnya emosi yang negatif.

Tapi tau tidak? Dari penelitian yang dibahas di kursus itu, berusaha untuk selalu memiliki emosi yang positif adalah suatu sumber ketidakbahagiaan. Mengejutkan?

Alasan pertama kenapa hal itu bisa jadi sumber ketidakbahagiaan adalah karena ekspektasi kita tidak akan terpenuhi. Kita berekspekstasi kalau hidup akan indah terus tapi ternyata hidup ada banyak rasa.

Alasan kedua karena selalu bahagia terus malah akan menimbulkan kebosanan, hingga akhirnya kebosanan itu akan menjadi sumber ketidakbahagiaan. Suatu hal yang kurang mengenakkan bisa membuat kita mengapresiasikan hal yang menyenangkan. Misalnya kita jadi bisa mensyukuri makanan setelah merasakan rasanya lapas, bisa mensyukuri minuman setelah sebelumnya lapar, bisa mengapresiasi makanan enak setelah sebelumnya makan yang seadanya terus menerus.

Coba deh makan saat kita udah kenyang, akhirnya malah eneg kan. Atau makan makanan enak tapi itu-itu aja, makin lama kenikmatannya semakin berkurang.

Akhirnya disimpulkan bahwa orang yang bahagia adalah orang yang bisa menerima berbagai emosi aka emotional diversity yang lalu disingkat dengan emodiversity.

Saat mempelajari ini, otakku lalu terhubung dengan sebuah hadits:

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.

(HR. Muslim, no. 2999)

Hidup manusia itu pasti hanya di antara dua keadaan: senang dan sedih atau susah. Jika kita bisa mensyukurinya dan juga bisa sabar, hidup manusia akan jadi menakjubkan. Bayangkan menakjubkan!

Di hadits ini sebenarnya menggunakan kata ‘ajaba yang sebenarnya kalau diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia akan lebih cocok untuk menjadi ajaib. Membayangkan kata ajaib itu… bikin aku membayangkan sesuatu yang bahkan lebih spektakular dari pada kata bahagia!! 😀

Otakku lalu berjalan lagi logikanya dan mengingat bahwa seorang Mukmin juga harusnya tidak ada rasa takut dan tidak bersedih hati. Minggu ini aku merasakan ada hal yang buat aku sedih dan khawatir, tapi rasanya aneh.

Saat ingat masa lalu, aku merasa sedih, tapi tidak lama karena tiba-tiba yang teringat malah nikmat-nikmat yang terasa setelah masa yang menyedihkan muncul. Nikmatnya lebih besar daripada rasa sedihnya, lalu timbul rasa syukur. Hal ini berarti kebaikan.

Saat membayangkan masa depan, ada hal yang aku khawatirkan, tapi bagiku kekhawatiran itu salah satu karunia supaya kita bisa mengantisipasi masalah yang akan muncul dan supaya bisa mengantisipasinya. Jika sudah berusaha untuk mengantisipasinya tapi hal yang dikhawatirkan itu tetap muncul, ya sudah, artinya harus bersabar. Jika bersabar bisa dapat pahala yang unlimited yes? Artinya kebaikan juga.

Kedua keadaan tersebut jadi sebuah kebaikan.

Lanjut lagi, dari sini aku jadi paham kenapa saat susah pun Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tetap berkata “Alhamdulillah ‘Alaa kulli haal” (Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan).

🙂

2 thoughts on “Bahagia = Menerima Emodiversity

  1. Belajar menerima kehidupan ini dengan bersabar dan bersyukur. Bagus banget penjelasannya, Nita. Makasih banyak sudah menuliskan ini ya 😊

  2. Terharu ya, semakin jauh belajar, ternyata malah kembali ke titik awal.

    Kutipan hadits yang ttg keberuntungan seorang muslim, dulu rasanya aneh dan ga mungkin, tp semakin dipelajari, ternyata semakin paham dan bersyukur 💕

Comments are closed.