“Live moves pretty fast. If you don’t stop and look around once in a while, you could miss it”
• Ferns Bueller •
Secara periodik kita harus melakukan evaluasi hidup. Siapa yang jadi tolak ukur? Diri kita atau orang lain? Tentu saja dengan diri kita sendiri. Namun manusia itu suka membandingkan dirinya dengan orang lain, walau pun saya gak suka yang demikian, tapi sepertinya urusan banding-membandingkan udah jadi default set-nya manusia.
Kadang saya membandingkan apa yang sudah saya punya, hhhm, kalau secara materi sih saya gak begitu gusar. Bukannya sok kaya atau gimana. Tapi saya pernah ngerasain yang namanya listrik diputus, makan tempe atau ikan terus-terusan (padahal saya gak suka ikan!), uang jajan lebih sedikit dari teman yang lain, tapi saya happy-happy aja.
Saya suka membandingkan apa saja yang sudah saya dapat. Dibandingkan dengan teman-teman seumuran saya, achievement saya gak sebanyak yang sudah sebagian besar teman-teman saya dapat. Kadang ini nih yang buat saya berkecil hati.
Selain dalam urusan banding-membandingkan, yang buat saya terasa perih adalah saat mengingat-ngingat apa yang telah saya lalui. Berapa waktu yang hilang, yang tidak produktif, yang suram, yang mellow-drama, yang seharusnya saya tidak perlu mengalami itu kalau saya lebih kuat dan cerdas.
Tapiiii…
Allah itu sayang sama hamba-Nya yang sering melakukan berbagai kebodohan ini.
Kalau pikiran-pikiran negatif di atas muncul, saya berusaha evaluasi.
Apa sih tujuan saya hidup?
Apakah saya masih berada di jalan untuk mencapai tujuan saya itu?
Saya bersyukur atas apa yang sudah saya punya dan yang saya jalani. Saya gak boleh iri atas apa yang sudah orang lain punya, karena mereka belum tentu punya apa yang sudah saya punya, haha! Saya pun gak boleh berlarut-larut dalam kesedihan masa lalu, karena hal itu yang membentuk saya jadi yang sekarang ini. Saat itu memang saya keluar jalur, tapi karena lewat jalur yang ituuuu saya bisa kembali ke jalan yang ini, yang insyaAllah sesuai dengan tujuan saya.
Tapi saya gak boleh merasa aman. Itu sudah kesekian kalinya saya keluar jalur. Walau sekarang saya bilang gak mau keluar jalur lagi, tapi saya suka lemah dan gak tahan distraksi, tau-tau udah di antah berantah aja.. Hiksss… Tiba-tiba galau lagi.. 😥
PS:
Tadi saya sempat berpikir, blog ini lumayan sukses nemenin saya dalam perjalanan menjadi dokter gigi. Mungkin blog ini bisa jadi partner perjalanan hidup saya selanjutnya. Bisa jadi pencatat di mana kaki saya berpijak. Masih di dalam jalur atau di luar jalur? Hhhmm..
kalo baca tulisan ini, keluar jalur masuk lagi.. keluar lagi, masuk lagi..
ternyata, Allah Maha Penyayang ya mbak, masih mau mengingatkan kita :’)
jika kurang pas membandingkan, ada dua kemungkinan, menjadikan diri berkecil hati… atau malah jadi sombong
catatan di blog bisa juga dijadikan pengingat, apakah yang dicatat di dalam blog ini sekarang menjadi kenyataan atau tidak di masa depan
kalo gw udah sampe pada tahap stop membandingkan dengan teman seumuran Nit. Lebih ke evaluasi apa yang mau dicapai ke depan dengan apa yang sudah dilakukan sekarang aja. Hehehe..
Aku aslinya gak suka banding2in dgn org lain, tp lingkungan yang begitu, grrr… makanya jadi ‘kebawa’..