
Bagaimana cara kamu belajar?
Cara belajarku adalah dengan cara menulis. Saat menuliskan hal-hal yang aku pelajari, pasti ada sedikit yang nyantol di kepala dan untuk selanjutnya saat recall yang biasanya muncul adalah tampilan dari catatanku.
Berapa banyak catatan yang aku hasilkan?
Tentu saja banyak bangeeet! Sampai-sampai butuh anggaran biaya khusus dalam hal catat-mencatat ini. Saat mencatatnya dengan cara konvensional, aku boros untuk beli buku atau kertas, pulpen, dan alat tulis lainnya. Saat pindah ke digital pun butuh modal yang lumayan di awal.
Aku baru beralih mencatat secara digital di awal tahun 2019. Sebelum itu pakai kertas dan setelahnya di-scan dan disimpan di aplikasi notes (Evernote) atau di cloud (Google Drive atau Onedrive). Ini idealnya, seringnya aku menunda-nunda untuk scan dan upload.
Saat pindah Malang, aku gak bawa buku catatan sedikit pun. Soalnya bukan prioritas, you mayoritas catatanku ada di cloud.
Eh tapi saat aku cari catatan course “The Science of Happiness” ternyata tidak ada. 😦
Mau minta tolong sama keluarga di Bekasi dan Jogja malas jelasin apa yang aku maksud. Eh ndilalahnya pas Mama mau kirim barang dan aku minta tolong kirimkan agendaku juga, catatan course-nya ada di agenda! Pas banget!
Seneng tapi sedih juga karena dalam kondisi yang mengenaskan. Sepertinya agendanya jadi korban pas banjir atau kena rembesan air saat hujan. Soalnya kertasnya kelunturan tinta. Alhamdulillah-nya masih bisa terbaca. 😭
“Ikatlah ilmu dengan tulisan”
Setelah ditulis, harus bisa jaga baik-baik. Jangan sampai tulisannya hancur dan hilang. Dengan beralih pakai media pencatatan digital, drama karena kertas luntur atau hilang jadi gak ada, tapi tetep bacanya gak sepuas baca langsung di kertas (kecuali mau ribet-ribet nge-print).
Catatan digital juga punya risiko hilang dan kalau hilang sama-sama nyeseknya. Biasanya bisa hilang kalau kapasitas storage-nya udah kepenuhan, gadget tiba-tiba mati padahal catatannya belum disimpan, gak sengaja hapus file, dan sebagainya.
Semua metode ada plus dan minusnya.
Kalau kamu cara belajarnya seperti apa?
Ps. Catatan yang ketumpahan air bukan hal yang jarang terjadi, ini udah kejadian ke-sekian kali. Yang paling sering karena ketumpahan air putih atau kopi, huhuhu.
Aku pun termasuk yang belajar perlu ditulis. Walaupun bisa ditulis secara digital, tapi aku tetep milih nulis di buku sampai sekarang 😀
Iyaaa… aku malah sekarang lebih milih nulis secara digital, karena udah males dengan banyak kertas trus bingung kalau mau cari catatan. Kalau digital bisa di-search aja.. tapi yaaaa, sensasinya memang beda.. nulis di kertas gak terkendala batre..
Ditulis dengan lumayan detail biar lebih nyantol; di buku catatan maupun notes hp. Dulu jaman sekolah catatanku termasuk yang paling lengkap sampe suka dipinjem kalau mau ujian hehe trus waktu kerja jadi keterusan disuruh bikin MOM melulu 🥲 hehehe tapi gapapa aku suka
Samaaa.. menjelang ujian, catatanku melanglang buana, dipinjem atau difotokopi.. nilaiku pas-pasan, tapi temen yang minjem nilainya pada lebih bagus.. *soalnya abis ditulis suka malas review lagi, bukan tipe yang suka ngapalin..
Sama! Aku juga tipe orang yang apapun musti dicatat. Ya kebiasaan nulis diary sejak SD. Sampai sekarang, punya buku beberapa macam : catatan resep masakan, resep baking (roti dan kue2), catatan menu mingguan (plan menu mingguan sebelum belanja mingguan online), catatan list to do (harian dan event2 akan datang), jg catatan harian (list syukur harian, hari itu ngapain aja dll). Yg resep masakan dan baking, itu otak atik sendiri disesuaikan dgn selera orang rumah. Syukur2 nanti bisa kepake keturunan. Pas les bahasa Belanda, musti nulis ulang semua materi yg didapat, biar ga lupa. Aku malah ga terlalu suka nulis di note Hp. Lebih nyantol nulis tangan di buku.
Woaaaah… aku juga tadinya nulis diaryy, cuma rutinnya baru pas SMA.. pas pindahan jadinya gimana mbak catatan2 lamanya? Punyaku masih nyangkut di Bekasi dan Cikarang.. mau dikirim ke sini belum ada tempat dan mahal ongkirnya..