Cerita Meng-ASI-hi pt. 2

Dasar eike malas untuk membuat judul, huahahaha…

Pengalaman menyusuiku yang pertama entah bisa dianggap berhasil atau gagal. Untuk menyusui secara langsung, aku menyusui sampai si anak berusia 23 bulan, dengan sangat terpaksa aku sapih karena mulai memicu kontraksi kalau menyusui. Untuk menyusui secara tak langsung (pumping) sudah berhenti saat si anak 20 bulan.

Di Cerita Mengasihi bagian yang pertama aku bilang kalau menyusui itu hal yang berat, untuk first timer memang berat karena pasti clueless buanget, oleh karena itu kalau ada yang baru melahirkan pertama kalinya aku pasti menyarankan untuk belajar laktasi secara langsung (bisa dengan bidan atau konselor laktasi). Menyusui memang sudah merupakan insting dari si bayi, tapi untuk bisa menyusui yang efektif, efisien, dan nyaman butuh belajar.

Beda anak ternyata beda perjuangannya.

Untuk yang pertama karena di logikaku karena aku lahiran caesar, tubuhku kemungkinan belum siap mengeluarkan ASI, jadi aku sudah siap-siap bawa pompa ASI untuk memancing keluarnya si ASI. Setelah ASI keluar (walau hanya setetes) aku oleskan ke puting PD sehingga si bayi mencicipi rasanya dan tergerak untuk menghisapnya. Menghisapnya juga lebih mudah karena sudah dipancing sebelumnya.

Di anak yang kedua, aku gak siap alat pompa. Yang portable (Mom Uung) mesinnya entah ke mana, yang lainnya (Yoboo) sparepart-nya butuh diganti karena ada yang berjamur. Saat bayi mau menyusui, si Samantha dan Rachel tidak bisa mengeluarkan ASI sedikit pun. Akhirnya aku kompres dan bersihkan puting pakai air hangat, lalu aku pijat-pijat ala marmet. Alhamdulillah akhirnya bisa keluar ASI-nya.

Perbedaan kasus pertama dan ke-dua juga dari anatomi. Yang anak pertama lahir 38 minggu, dengan bibir yang lebih tebal dan mangapnya lebar, sehingga perlekatannya bisa manteb. Yang kedua lahir saat masih 36 minggu, berat badan hanya 27,7 kg, bibir tipis dan mungil, untuk memasukkan nipple saja perjuangan.

Untuk kasus yang pertama jarang batuk-batuk dan tersedak saat menyusui, sedangkan yang kedua sering sekali tersedak. Mungkin karena si Kakak baru disapih sebulan sebelum lahiran sehingga ASI masih deras. Untuk membantu supaya bayi nyaman menyusuinya, aku pumping dulu sebelum menyusui secara langsung.

Perkara pumping

Karena si anak nantinya akan ditinggal bekerja, mengumpulkan stok ASI itu wajib hukumnya. Tapi aku gak ngoyo. Pas awal-awal aku mengumpulkan ASI dengan cara pasif saja pakai penampung ASI. Setelah tubuh nyaman untuk menyusui langsung (tidak kontraksi-kontraksi), beli lagi sparepart dan pompa ASI baru (iseng nyobain pompa handsfree-nya dr. Isla) baru deh dikit-dikit ngumpulin stok.

Sekarang ASI-ku sudah hampir penuh, selain ASI cuma bisa muat ketambahan french fries kurang dari 1 kg. Kemungkinan besar butuh kulkas ASI tambahan, tapi daripada nyewa mendingan langsung beli gak sih? Saat sudah gak dipakai bisa dijual lagi.

Selagi belum ada kulkas tambahan, aku akal-akalin pakai kantung ASI yang tipis. Kemarin pakai Kinmade 250 ml yang diisi 200 ml, sekarang lagi mencoba pakai kantung ASI murah meriah yang kapasitasnya 250 ml, tapi hanya diisi 100 ml supaya bisa suuuuper tipis.

Target meng-ASI-hi kali ini…

Karena yang sebelumnya tidak berhasil ASI 2 tahun, kali ini aku mau berhasil ASI selama 2 tahun! Yang menantang adalah kali ini anaknya cowok yang katanya minum ASI-nya jauh lebih banyak. Dari baru lahiran udah berasa sih kalau nenennya banyak yang Alhamdulillah juga memicu suplai ASI yang lama.

Sekarang sudah tinggal seminggu lagi sebelum lahiran, stok ASI sudah bisa untuk lebih dari sebulan (jika minumnya hanya 500 ml/hari). Semoga sukses sampai 2 tahun!

Semrangaaaatsss!!

One thought on “Cerita Meng-ASI-hi pt. 2

Comments are closed.