Berseberangan Dengan Prinsip Childfree

Beberapa kali aku denger cerita beberapa temanku yang memutuskan untuk menikah tanpa memiliki anak, aku netral saja tentang itu karena itu hidup mereka dan mereka pasti punya banyak pertimbangan hingga sampai kepada keputusan itu. Cerita itu aku anggap sebagai pengetahuan, “Oh ternyata ada ya pasangan yang bersepakat untuk tidak memiliki anak”. Awalnya memang terasa aneh, tapi makin lama terasa lumrah-lumrah saja.

Lalu akhir-akhir ini isi Instagramku jadi banyak banget yang bahas tentang childfree, tentu saja mayoritas kontra dengan itu. Pikirku pasti lagi ada orang yang berpengaruh yang memutuskan untuk childfree nih. Oh, ternyata Gita Savitri influencer yang dimaksud, ya sudah fantas kenapa responnya bisa jadi begitu..

Ada pasangan yang menikah tapi tidak mau punya anak, sedangkan aku dari sebelum menikah malah ingin punya anak. Kebalikan dari orang-orang yang pengen childfree. 

Karena…

Anak itu investasi untuk akhirat.

Saat sebelum menikah, hal yang paling sering membuat galau adalah perihal: masa muda, umur, dan kematian. Hal itu adalah hal yang pasti dan harus banget dipersiapkan supaya gak menyesal nantinya.

Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian yang paling menegangkan dan mengumpulkan ‘tabungan’ yang nantinya akan ditimbang. Sebanyak apa pun tabungan yang kita punya, saat di sana pasti akan berasa kurang, oleh karena itu kita akan butuh ‘passive income’.

Passive income yang kumaksud di sini adalah amalan yang pahalanya terus mengalir walau sudah wafat.

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau do’a anak yang sholeh.”

(HR. Muslim)

Ada banyak amalan yang bisa menjadi sedekah jariyah dan dengan perkembangan teknologi penyebaran ilmu jadi lebih mudah (namun ini tidak menjamin kebermanfaatannya). Suatu hari aku dengar ada kajian yang ustadznya bilang kalau ketiga hal itu bisa dicapai dengan cara: memiliki anak.

Materi yang kita berikan ke anak bisa menjadi bentuk sedekah jariyah. Ilmu yang kita ajarkan kepada anak bisa menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika anak yang kita asuh menjadi anak yang sholeh dan rutin mendoakan kita, insyaa Allah pahala akan terus mengalir.

Dari situ aku termotivasi untuk punya anak.


Punya anak tentu saja tidak mudah, aku mikirnya gak akan mampu kalau sendirian. Tanggung jawab pertamaku kepada calon anakku adalah memberikan Ayah yang baik untuknya. Oleh karena itu dalam doa tentang jodoh salah satu yang gak pernah terlewat adalah: bisa jadi ayah yang baik untuk anak-anakku.

Jika pun sudah menemukan sosok yang diperkirakan bisa menjadi ayah yang baik, mendapatkan anak itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena anak itu termasuk bagian dari rejeki. Ada pasangan yang sudah berusaha untuk memiliki anak tapi takdir berkata lain. Oleh karena itu aku pilih jalan pintas, milih jodohnya yang udah langsung paket lengkap.

Ada anak memang bikin hidup kita gak seleluasa sebelumnya. Harus ada budget untuk biaya pendidikan, makan, cemilan, mainan, dan sebagainya yang bikin budget untuk skincare, jalan-jalan, dan outfit bagus berkurang. Gak bisa melakukan sesuatu sebebas sebelumnya, ‘me time’ berkurang, tenaga pun terkuras, secara mental juga menantang.

Punya anak emang rawan bikin burn-out. Jadi aku memaklumi sama yang memutuskan untuk jalanin childfree marriage.

Tapi untuk aku sendiri lebih memilih untuk ada anak dengan segala konsekuensinya karena semua pengorbanan itu (jika ikhlash) insyaa Allah akan dikonversikan menjadi pahala. Dan aku punya tujuan lainnya yaitu punya passive income saat di Akhirat kelak. Aamiiiin..


Ps. Bonus foto lamaran dijadikan feature image. Pas pertama kali lihat foto itu rasanya langsung ayem, karena langsung terasa komplit.. Semoga bisa nambah anak lagiiii.. 🙂

9 thoughts on “Berseberangan Dengan Prinsip Childfree

  1. Iya benar mbak. Jauuh sebelum Gita Savitri saya punya circle yang menghebohkan childfree. Ya nggak masalah, ya. Setiap orang punya pilihan hidup masing-masing. Tentu yang punya perspektif seperti mbak Nita hanya bisa dipahami oleh yang percaya. Tapi ada juga lho yang takut punya anak karena bisa jadi anak yang malah menyeret ortunya ke neraka 🤣. Di kasus anaknya jadi penjahat atau orang nggak bener…

    Cuma agak bertanya-tanya saja pada beberapa alasan seperti dunia sudah terlalu penuh. Kalau dipikir-pikir, ya manusia sejak jaman Adam sudah ada. Tapi kenapa isi dunia nggak mbleber-mbleber sampai memenuhi lautan mungkin? Karena ada namanya seleksi alam. Ada yang oleh alam dan ada yang oleh perilaku umanusia. name it bencana alam, wabah, perang, pembunuhan, kecelakaan, dsb. Mungkin jaman dulu juga ada gerakan childfree? Who knows.

    Lebih masuk akal bila memang itu karena alasan pribadi. Misal, ingin fokus di karir, tidak ingin terbebani, atau merasa tidak memiliki kapabilitas secara psikis untuk membesarkan anak. Kembali pada pilihan masing-masing.

    1. Alasan childfree gara2 kepenuhan gak masuk akal banget.. apalagi ngomongnya pas lagi covid2 begini.. kalau populasi kepenuhan, lbh masuk akal kayak di Cina yang dibatasi (kecuali klo dr keluarga yang mapan).. skrg malah banyak negara yang nyuruh warganya punya anak karena khawatir nanti usia produktif akan makin menipis

  2. Punya anak atau tidak tergantung kedua belah pihak sih, cuma ya klo di Indo keluarga tentu saja ikut andil ga hanya suami istri aja. Klo keduanya (suami istri) berkarir yg pergi pagi pulang tengah malam, ya saya sih setuju childfree, kapan ketemu anaknya 😆 kan. Belum lagi yg tempramen gampang emosian, duuhh lihat tingkah anak tiap hari ya bener Nit bisa burn out 😆 sdh tahun kedua sekolah online kan. begini Semoga bisa nambah anak lagi Nita 😉 .

    1. Hahahaa.. iyess gemes banget nemenin anak sekolah, yang heboh malah emak2nya yang kayak sekolah lagii.. semogaaa bisa nambah anak, biar ngerasain punya anak kandung..

Comments are closed.